Kita itu Menikah, Bukan Balap Karung !

Selasa, Agustus 11, 2015

FYI, umurku udah dua puluh sekian sekian. Menurut teori Psikologi Perkembangan, sudah masuk tahap dewasa awal, bukan remaja. Inget, aku udah ga remaja lagi.
Nah, di usia segini nih ga jarang dapet lontaran pertanyaan
"Rul, kapan lu nikah ?"
"Betah banget jomblo, emang ga mau punya pasangan?"
"Aamiin aaminn, makanya cepet nyusul !"

Aku cukup menghargai dorongan mereka agar cepet punya pasangan. Tapi diantara 10 temen yang mendorongku, cuma 2-3 diantaranya yang menikah karena benar-benar menemukan pasangan yang tepat dan ingin "grow old with someone i love". 7 orang sisanya aku ga tahu.

Alasan melontarkan statement tersebut begini : Pengalaman seorang temanku, dia gadis berusia 23 tahun, sebut saja Syahrini. Yang kukenal dulu doi tipe wanita cerdas, "pengejar karir", seorang "Family Woman" dia sayang dan bertanggung jawab banget terhadap keluarganya, pokoknya Need of Achievement nya tinggi lah.

Sampai lah suatu ketika doi terjebak di ruang-ruang kegalauan. Di usia ke 23 (saat itu), dia belum memiliki pasangan. Di saat temen-temennya udah pada nikah, dia belum *Padahal masih banyak juga temennya yang belum nikah.
Dan dia pun ngomong gini ke aku "Rul, pokoknya target taun ini harus nikah. Kalo ada cowok yang ngajak gue married, bakal gue terima". Pas itu sih responku "Iyain aja".
Nganggep dia ga serius.

Setelah dia mengeluarkan statement tersebut, 6 bulan pun berlalu. Kami berdua belum sempet ketemu lagi karena urusan masing-masing. Dan tiba-tiba dia ngajak ketemuan.

"Rul, gue mau married" serunya.
"Serius lu?" tanyaku dengan raut wajah nyengir ga percaya
"Buset. Serius gue. Maret besok gue nikah" jawabnya

Dan doi pun menceritakan kronologis bagaimana dia dapat menemukan pasangan dan memutuskan untuk menikah. Dari dia yang kenal si cowok dari seorang temannya, lalu dilanjutkan jalan bareng berdua, si cowok akhirnya mengungkapkan perasaannya, dan gayung pun bersambut. Baru 2 bulan kenal udah memutuskan untuk menikah. 2 bulan baru kenal, memutuskan untuk berkomitmen dan hidup bersama puluhan tahun.

Lalu tiba lah bulan yang paling dinanti-nanti Syahrini. Maret pertengahan doi melangsungkan pernikahannya. Saat ini resepsi pernikahan dirayakan di Jakarta dan kondisi aku tidak bisa menghadiri pernikahan tersebut. Berbekal wifi kampus, aku mengiriminya pesan ucapan selamat via chat messenger. 
"Syahriniiii, happy wedding yaaa" begitulah isi chat yang kukirimkan padanya. 
Lalu keesokan harinya, syahrini membalas chatku "Iyaa, Ruullll. Thank youu, cepet nyusul yaakk" balasnya. Lalu aku pun tidak menggubris kembali chatnya. 

Tiba-tiba 2 bulan setelah pernikahan, doi menghubungiku mengabarkan kalo dirinya hendak berkunjung ke Jogja. Dan keesokan harinya kita ketemuan. Berbasa-basi menanyakan kabar, cerita-cerita info teman-teman, yang pada akhirnya Syahrini pun curcol. 

"Iya, Rul. Ini aja gue ke Jogja nunggu suami dinas dulu. Bingung sekarang gue ga betahan di rumah. Kalo ada proble, suami gue susah diajak diskusi. Jadi pemecahan masalah ga ampe tuntas, bingung gue". ucapnya. Dan Syahrini pun bercerita tentang kebiasaan suaminya yang saat ini kurang bisa ditolerir doi. Lalu suaminya yang kadang enggan kumpul bergabung dengan keluarga dan sahabat istrinya dan sebagainya lah. Kulihat tersirat ada persaan unek-unek dan sedih yang dipendam Syahrini. Aku ga tahu, dia juga ga cerita lengkap jadi bukan urusanku. 

Begini, memang ada sebagian kecil orang yang punya karakter "mudah mengenali dan beradaptasi". Tapi itu sebagian kecil. Karena realita jaman sekarang, kasus perceraian meningkat pesat dibandingkan jaman dulu. Sekarang pertanyaan nya "Emang kamu termasuk golongan yang sebagian kecil itu ?".

Menikah itu level tanggung jawab udah beda. Berkomitmen dengan satu orang. Melewatkan "orang-orang yang lebih menarik" dibandingkan pasangan. Hidup bareng puluhan tahun. Belum lagi menjadi Orang Tua dan mendidik anak. Di pikiranku hal itu cukup rumit lah. Lalu bertemu dengan orang baru yang kenal belum lama, terus ngajak komitmen puluhan tahun?. Aaahh, itu belum masuk ke dalam otakku. Mengkolaborasikan gaya hidup dan prinsip hidup 2 orang, menurutku itu butuh waktu. 2 bulan kenal ga cukup. Pokoknya semua aneh di sudut mataku. 

Yang kuyakini, menikah adalah menghabiskan umur bersama dengan seseorang kita cintai.Yang dimana pasangan memiliki visi misi, gaya hidup dan pronsip hidup yang kompetibel dengan kita. 

Inget, Kita itu Menikah, Bukan Balap Karung !

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts