Kelas Bisnis = Aku Bisa Mikir
Kamis, Mei 07, 2015Ini kisah temanku, sebut saja Bebong.
Mari kita belajar dan telaah sisi kehidupan Bebong sebagai bahan revisi untuk pribadi masing-masing.
Bebong, ketika pertama kali mengenalnya doi memang berasal dari kelurga berkecukupan. Entah menengah keatas atau "menengah doang". Gaya hidupnya tinggi. Sepengalamanku berteman dengannya, untuk seukuran pria doi termasuk memiliki biaya hidup yang cukup tinggi. Hal unik yang kuamati yakni, doi kerapkali untuk urusan transportasi selalu memilih maskapai nomer wahid dengan kelas bisnis. Kebetulan doi ini tipe mobilitas yang tinggi. Penerbangan antar kota yang kurang dari 1 jam durasi perjalanan, ia tetap memilih kelas bisnis.
noted : doi belum berpenghasilan total mandiri. Masih ngontrak di rumah orang tuanya
Ketika itu pernah suatu kali temanku ini mainlah ke Jogja. Saat hendak pulang, ia mesti transit ke Jakarta terlebih dahulu. Seperti biasanya, kelas bisnis. Lalu aku tanya "Kak, engga sayang pakai bisnis mulu ? Kan dekat. Padahal kaka bisa save money lho"
Lalu dia menjawab "Oh, engga. Kalau pakai bisnis jauh lebih nyaman. Aku jadi bisa mikir"
Berhubung aku paham karakternya yang tidak suka dibantah, aku pun memilih diam.
Dan aku berpikir. . .
Benar sekali ucapannya, kelas bisnis dimana pun memang jauh lebih enak dibanding kelas ekonomi.
Supaya bisa mikir ? Hmm, aku coba berpikir lebih dalam.
Sepengalamanku, berpikir tidaklah butuh tempat mewah. Saat mandi pun, kita bisa mikir, mendapatkan ide. Saat berjalan kaki atau mengendarai motor/mobil pun bisa. Dan aku pun mengalami dimana ide-ide bisnis yang kucoba selama ini, justru kudapat ketika menikmati kesendirianku di tengah perjalanan menggunakan kereta api kelas ekonomi.
Hak individual memang untuk menentukan kita ingin di kelas berapa atau pun selera yang bagaimana.
NAMUN SESUAIKAN DENGAN KEMAMPUAN.
IDEALKU, setidaknya gaya hidup cukup menghabiskan kurang lebih maksimal 20% dari profit kita.
Misal nih, penerbangan dari Denpasar - jakarta via Garuda Indonesia kelas Bisnis tarif 4 juta-an. Ya kita sebaiknya berpikir "Aku bisa ga ya menghasilkan 4 juta dalam sehari?"
Terutama kalau kita tipikal mobilitas tinggi.
Engga selamanya kita saat "ada" harus menumpangi maskapai berkelas. Karena kita ga tahu ya ekonomi orang perputarannya bagaimana. Apalagi kita masih muda, masih bugar badannya. Ada kalanya menikmati kendaraan umum sederhana "lebih mendapatkan sesuatu".
Intinya boleh aja kita hidup berkelas, tapi yang sewajarnya.
Sekian, BYE !
0 komentar